Kamis, 10 Desember 2015

Sejarah Eropa Lama " ISLAMISASI ANDALUSIA "



ISLAMISASI ANDALUSIA

A.                Awal Mula Islam Masuk ke Andalusia
Pada zaman bani umatyyah, Pada zaman khalifah Al-Walid Rahimahullah (705-715 M), salah seorang khalifah dari Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus, dimana Ummat Islam sebelumnya telah mengusasi Afrika Utara. Dalam proses penaklukan Spanyol ini terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan paling berjasa yaitu Tharif ibn Malik, Thariq ibn Ziyad, dan Musa ibn Nushair Rahimahullahum ajma’in.
Tharif dapat disebut sebagai perintis dan penyelidik. Ia menyeberangi selat yang berada di antara Maroko dan benua Eropa itu dengan satu pasukan perang, lima ratus orang diantaranya adalah tentara berkuda, mereka menaiki empat buah kapal yang disediakan oleh Julian.
Dalam penyerbuan itu Tharif tidak mendapat perlawanan yang berarti. Ia menang dan kembali ke Afrika Utara membawa harta rampasan yang tidak sedikit jumlahnya. Didorong oleh keberhasilan Tharif dan kemelut yang terjadi dalam tubuh kerajaan Visigothic yang berkuasa di Spanyol pada saat itu, serta dorongan yang besar untuk memperoleh harta rampasan perang, Musa ibn Nushair pada tahun 711 M mengirim pasukan ke spanyol sebanyak 7000 orang di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad Rahimahullah.
Thariq ibn Ziyad Rahimahullah lebih banyak dikenal sebagai penakluk Spanyol karena pasukannya lebih besar dan hasilnya lebih nyata. Pasukannya terdiri dari sebagian besar suku Barbar yang didukung oleh Musa ibn Nushair Rahimahullah dan sebagian lagi orang Arab yang dikirim Khalifah al-Walid Rahimahullah. Pasukan itu kemudian menyeberangi Selat di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad Rahimahullah. Sebuah gunung tempat pertama kali Thariq dan pasukannya mendarat dan menyiapkan pasukannya, dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq).
Dengan dikuasainya daerah ini, maka terbukalah pintu secara luas untuk memasuki Spanyol. Dalam pertempuran di suatu tempat yang bernama Bakkah, Raja Roderick dapat dikalahkan. Dari situ Thariq Rahimahullah dan pasukannya terus menaklukkan kota-kota penting, seperti Cordova, Granada dan Toledo (ibu kota kerajaan Gothik saat itu). Sebelum Thariq Rahimahullah berhasil menaklukkan kota Toledo, ia meminta tambahan pasukan kepada Musa ibn Nushair Rahimahullah di Afrika Utara. Musa mengirimkan tambahan pasukan sebanyak 5000 personel, sehingga jumlah pasukan Thariq seluruhnya 12.000 orang. Jumlah ini belum sebanding dengan pasukan Gothik yang jauh lebih besar, 100.000 orang.
Sementara itu terjadi pula konflik antara Roderick dengan Ratu Julian, mantan penguasa wilayah Septah. Julian juga bergabung dengan kaum Muslimin di Afrika Utara dan mendukung usaha umat Islam untuk menguasai Spanyol, Julian bahkan memberikan pinjaman empat buah kapal yang dipakai oleh Tharif, Tariq dan Musa Rahimahumullah.
Hal menguntungkan tentara Islam lainnya adalah bahwa tentara Roderick yang terdiri dari para budak yang tertindas tidak lagi mempunyai semangat perang Selain itu, orang Yahudi yang selama ini tertekan juga mengadakan persekutuan dan memberikan bantuan bagi perjuangan kaum Muslimin.
Kemenangan pertama yang dicapai oleh Thariq ibn Ziyad Rahimahullah membuat jalan untuk penaklukan wilayah yang lebih luas lagi. Untuk itu, Musa ibn Nushair Rahimahullah merasa perlu melibatkan diri dalam gelanggang pertempuran dengan maksud membantu perjuangan Thariq. Dengan suatu pasukan yang besar, ia berangkat menyeberangi selat itu, dan satu persatu kota yang dilewatinya dapat ditaklukkannya. Setelah Musa Rahimahullah berhasil menaklukkan Sidonia, Karmona, Seville, dan Merida serta mengalahkan penguasa kerajaan Gothic, Theodomir di Orihuela, ia bergabung dengan Thariq di Toledo. Selanjutnya, keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya, mulai dari Saragosa sampai Navarre.
Gelombang perluasan wilayah berikutnya muncul pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Abd al-Aziz Rahimahullah tahun 99 H/717 M. Kali ini sasaran ditujukan untuk menguasai daerah sekitar pegunungan Pyrenia dan Perancis Selatan. Pimpinan pasukan dipercayakan kepada Al-Samah Rahimahullah, tetapi usahanya itu gagal dan ia sendiri terbunuh pada tahun 102 H. Selanjutnya, pimpinan pasukan diserahkan kepada Abdurrahman ibn Abdullah al-Ghafiqi Rahimahullah. Dengan pasukannya, ia menyerang kota Bordreu, Poiter, dan dari sini ia mencoba menyerang kota Tours. Akan tetapi, diantara kota Poiter dan Tours itu ia ditahan oleh Charles Martel, sehingga penyerangan ke Perancis gagal dan tentara yang dipimpinnya mundur kembali ke Spanyol.
Sesudah itu, masih juga terdapat penyerangan-penyerangan, seperti ke Avirignon tahun 734 M, ke Lyon tahun 743 M, dan pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah, Majorca, Corsia, Sardinia, Creta, Rhodes, Cyprus dan sebagian dari Sicilia juga jatuh ke tangan Islam di zaman Bani Umayah. Gelombang kedua terbesar dari penyerbuan kaum Muslimin yang geraknya dimulai pada permulaan abad ke-8 M ini, telah menjangkau seluruh Spanyol dan melebar jauh menjangkau Perancis Tengah dan bagian-bagian penting dari Italia

B.                 Perkembangan Islam di spanyol

1.    Periode pertama (711-755 m) dibawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh bani umayah yang berpusat di damaskus
Andalusia pada saat itu telah menjadi salah satu propinsi atau wilayah dari kekuasaan dinasti Bani Umayyah, yang kemudian menjadi negara sendiri di seberang lautan Mediterania. Keberhasilan umat Islam menaklukan Andalusia saat itu, tidak hanya berkat jasa Thariq dan pasukannya, juga jasa-jasa orang lain, seperti Tharif Ibn Malik dan Musa Ibn Nushair, ditambah dengan adanya dukungan material dari De Graft Julian yang menjadi penguasa di Ceuta.
Musa Ibn Nushair telah menyambut gembira atas kemenangan pasukan perangnya yang dipimpin Thariq Ibn Ziyad mengalami kemenangan, sebab ini merupakan peluang besar di depan mata bagi Musa Ibn Nushair untuk memperluas wilayah kekuasaan. Untuk itu, Musa Ibn Nushair telah memperluas wilayah kekuasaan. Untuk itu, Musa Ibn Nushair telah mempersiapkan sekitar 18.000 pasukan guna membantu Thariq Ibn Ziyad memperluas wilayah kekuasaan Islam. Pada musim panas tahun 712 M, Musa Ibn Nushair dengan pasukannya menyeberangi selat dan mendarat di benua Eropa. Musa dan pasukannya berhasil merebut Carmona, salah satu kota terkuat pertahannya di Andalusia. Kemudian ia melanjutkan ke Seville dan merebutnya dari tangan orang-orang Gothic. Karena kalah, orang-orang Gothic banyak yang melarikan diri ke Toledo. Mereka bertahan di kota Toledo selama beberapa bulan, sampai akhirnya kota itu jatuh ke tangan pasukan Musa Ibn Nushair. Setelah menguasai Toledo, Musa Ibn Nushair dan pasukannya melanjutkan serangan ke Meride, sebuah kota yang menjadi ibu kota Andalusia.
Musa Ibn Nushair dan pasukannya terus melanjutkan penyerangan hingga akhirnya ia berhasil  menaklukan Barcelona. Dari sini akhirnya Musa Ibn Nushair melanjutkan usaha exspansinya ke Candiz dan Calica. Di suatu tempat Talavera, Musa Ibn Nushair bertemu dengan Thariq Ibn Jiyad dan memecat Thariq dari jabatan panglima perang. Pemecatan itu terjadi karena Thariq Ibn Ziyad dianggap tidak mematuhi perintahnya untuk kembali ke Afrika Utara setelah berhasil menaklukkan beberapa kota di Andalusia. Bahkan kemudian Thariq Ibn Ziyad dipenjara karena kesalahan-kesalahan yang telah dibuatnya.Di sinilah akhir dari riwayat  perjalanan hidup seorang mantan jederal perang Islam yang telah berjasa dalam penyebaran Islam di negeri Andalusia.
Musa Ibn Nushair tidak hanya berhenti setelah sampai di Talavera, tetai ia melajutkan mengejar musuhnya hingga ke pegunungan Pyreni. Lebih dari itu, ia bahkan memutuskan untuk terus melanjutkan ekspensinya ke wilayah selatan Perancis, hingga akhirnya ia mencapai negeri Konstantinopel.
Namun ditengah-tengah perjalanannya, Musa Ibnu Nushair diperintahkan kembali oleh  Khalifah Walid Ibn Abdul Malik untuk menghentikan serangannya ke Eropa dan ia diminta kembali ke Damaskus. Kebijakan ini dibuat untuk menghindari bahaya yang lebih besar yang akan mengancam umat Islam di Andalusia. Selain itu, khalifah Walid Ibn Abdul Malik merasa takut apabila pengaruh Musa Ibn Nushair melebihi kekuatan pengaruh khalifah sendiri dan merebut kekuasaan yang telah diraihnya di Eropa. Instruksi tersebut diterima oleh Musa Ibn Nushair, dan langsung kembali ke Damaskus. Hanya saja ketika ia tiba di kota itu pada tahun 96 H / 715 M, khalifah Walid Ibn Abdul Malik telah wafat dan yang berkuasa adalah Sulaiman Ibn Abdul Malik, saudara Walid Ibn Abdul Malik. Khalifah baru ini meminta Musa Ibn Nushair untuk menyerahkan kekuasaan  dan harta rampasan yang diperolehnya dari negeri Andalusia.
Niat khalifah yang tidak baik ini telah dipahami Musa Ibn Nushair. Hanya saja pada waktu itu, semua rampasan perang dan berbagai kemegahan yang diperoleh Musa Ibn Nushair dan Thariq Ibn Ziyad telah diserahkan ke khalifah sebelumnya, yaitu Walid Ibn Malik. Permintaan itu sebenarnya telah dipahami oleh Musa Ibn Nushair sebagai taktik untuk menjatuhkan dirinya. Hal ini terbukti ketika ia dimasukkan ke penjara hingga meninggal di ruang tahanan itu. Kebijakan ini dikeluarkan Khalifah Sulaiman, karena ia merasa tersaingi oleh kekuatan dan pengaruh Musa Ibn Nushair. Satu hal yang mestinya tidak perlu terjadi.
Begitulah nasib tokoh penting ini mengakhiri masa hidupnya. Ia mengalami nasib serupa seperti Thariq Ibn Ziyad. Rupanya ini merupakan hukum karma bagi orang yang bertindak sewenang-wenang yang telah memecat dan memenjarakan Thariq Ibn Ziyad hingga akhir hayatnya.
Pesan Musa Ibn Nushair sebelum meninggalkan Andalusia untuk kembali ke Damaskus karena panggilan khalifah, ia telah meminta Abdul Aziz Ibn Musa Ibn Nushair menggantikan posisinya sementara untuk mengatur semua kepentingan masyarakat di Andalusia. Berdasarkan tugas itu, ia kemudian mengorganisir tata pemerintahan dan membentuk dewan khusus untuk menyusun undang-undang yang sah sesuai dengan keadaan penduduk Andalusia. Selain itu, ia juga mencurahkan tenaga dan pikirannya untuk membenahi sistem irigasi dan pertanian, sebuah bidang yang selama ini banyak digeluti masyarakat Andalusia. Sehingga para petani mendapatkan hasil maksimal dari usaha pertanian.
Kebijakan lain yang dikeluarkannya adalah membebaskan Andalusia dan masyarakatnya dari perbuatan lalim orang-orang Gothic. Menurunkan pajak, kebijakan toleransi beragama, menghapuskan diskriminasi karena ras dan agama: memberikan perlindungan hukum kepada rakyat dn menjamin keamanan serta kesejahteraan, selain perlindungan terhadap benda dan jiwa mereka. Kebijakan lain yang tak kalah pentingnya adalah asimilasi, yaitu perkawinan campuran antara orang-orang Arab Islam dengan penduduk setempat. Bahkan Abdul Aziz sendiri menikahi janda Roderick yang masih mempertahankan agama dan keyakinannya semula.
Beberapa kebijakan yang dikeluarkan Abdul Aziz ini menimbulkan simpati rakyat, sehingga banyak yang memeluk Islam. Proses asimilasi ini merupakan salah satu metode penyebaran Islam yang terjadi di banyak negara, termasuk di Andalusia.

2.    Periode kedua (755 – 912 m) dibawah pemerintahan abdurrahman al-dakhil
Abdurrahman Al-Dakhil adalah Amir pertama yang berhasil menguasai Andalusia, ia adalah salah seorang cucu dari Abdul Malik Ibn Marwan yang berhasil meloloskan diri dari kejaran pasukan Abu Abbas Al-Saffah. Melalui rute yang tidak bisa dilalui, akhirnya ia berhasil memasuki wilayah Palestina, lalu ke Mesir, Afrika Utara hingga tiba di Ceuta (Septah). Di wilayah inilah ia mendapat bantuan dari bangsa Barbar dan menyusun kekuatan militer guna menyelesaikan konflik etnik politik antara bangsa Arab Mudhariyah dengan Himyariyah di Andalusia.
Abdurrahman diminta oleh pihak Arab Himyariyah untuk membantu merencanakan dan melaksanakan pemberontakan terhadap kelompok Mudhariyah. Gubernur Yusuf Ibn Abdurrahman Al-Fikry, yang mewakili kelompok Arab Mudhariyah, menindas kelompok Arab Himyariyah. Sebelum melancarkan serangan, Abdurrahman mengutus orang kepercayaannya bernama Bardar untuk mencari tahu perkembangan terakhir yang etrjadi. Utusan itu diterima dengan baik oleh kabilah-kabilah Arab karena ia merupakan utusan dari keturunan Bani Umayyah yang berkuasa di Damaskus. Badar memperoleh informasi mengenai perkembangan politik muktahir yang terjadi di Andalusia. Berita inilah yang kemudian ia sampaikan kepada Abdurrahman Al-Dakhil. Dari data dan informasi yang dikumpulkan, akhirnya Abdurrahman dan para pendukungnya memasuki wilayah Andalisia pada tahun 755 M. Dan memenangkan peperangan di Massarat pada tahun itu juga, sehingga ia menduduki tahta kekuasaan Andalusia sebagai bagian dari kekuasaan Dinasti Umayyah di Andalusia, yang saat itu telah hancur dikalahkan oleh  kekuasaan Bani Abbas.
Yusuf Ibn Abdurrahman Al-Fikry sangat marah setelah melihat Abdurrahman Al-Dakhil datang bersama pengikutnya. Karena ia dianggap penentang dan mengancam kekuasaannya di Andalusia. Kedatangan mereka ke Andalusia ini tidak dianggap remeh oleh Yusuf. Dengan berbagai cara, Yusuf mencoba mengusir Abdurrahman Al-Dakhil dan para pendukungnya. Sehingga kelompok Abdurrahman melakukan serangan atas kekuasaan Yusuf di Cordova pada tahun 139  H / 758 M. Kemenangan ini membawa harum nama Abdurrahman Al-Dakhil. Sejak saat itulah ia mendirikan kekuasaan Islam di Andalusia, sebagai bagian dari kepanjangan kekuasaan Bani Umayah yang telah dihancurkan Bani Abbas pada tahun 132 H / 750 M.
Sejak Abdurrahman Al-Dakhil menjabat sebagai penguasa Islam di Andalusia, ia menghadapi  berbagai gerakan pemberontakan internal. Gangguan pihak luar terbesar adalah serbuan pasukan Paoin, seorang raja Perancis dan puteranya yang bernama Charlemagne. Namun pasukan pengganggu ini dapat dikalahkan oleh kekuatan Abdurrahman Al-Dakhil. Hanya saja sebelum usia tugasnya menghancurkan kekuatan musuh dan memantapkan kekuasaannya di Andalusia, ia keburu meninggal pada tahun 172 H / 788 M.
Pasca meninggalnya Abdurrahman Al-Dakhil tidak menyurutkan niat generasi penerusnya untuk tetap mempertahankan kekuasaan. Posisi Abdurrahman Al-Dakhil digantikan oleh puteranya, yaitu Hisyam I (172-180 H / 788-796 M). Dalam catatan sejarah, Hisyam I dikenal sebagai seorang Amir yang lemah lembut dan administratur yang liberal. Semasa ia menjabat, banyak pemberontakan terjadi, diantaranya adalah pemberontakan di Toledo yang dilakukan oleh dua orang saudaranya, yaitu Abdullah dan Sulaiman. Pemberontakan tersebut dapat diselesaikan dengan baik. Usai mengatasi pemberontakan tersebut, Hisyam melancarkan serangan ke bagian Utara Andalusia. Di sini terdapat kelompok kristen yang sering kali mengganggu keamanan dan ketertiban pemerintahannya. Kota Norebonne dapat dikuasai, sementara suku-suku yang tinggal di Galica mengajukan perundingan perdamaian.

3.    Periode ketiga (912 – 1013 m) dibawah pemerintahan An-nasir
Abdurrahman III dijuluki Al-Nashir (penolong). Ia naik menjadi pemimpin dalam usia yang sangat muda, yaitu pada usia 21 tahun. Ia diangkat menjadi pemimpin setelah ayahnya meninggal dunia.  Kemudian pada tahun 301 H/913 M Abdurrahman mengumpulkan pasukan militer yang sangat besar. Sehingga para perusuh dan musuh-musuhnya merasa gentar dengan pasukan yang kuat dan besar itu. Dengan kekuatan yang dimilikinya, Abdurrahman  melakukan penaklukan kota-kota di bagian Utara Spanyol tanpa perlawanan. Setelah itu, ia berhasil menaklukan Seville dan beberapa kota penting lainnya. Para perusuh dan penentangnya, seperti kaum Kristen Andalusia yang selama itu menjadi penentang utama kekuasaan Islam, tidak berani melakukan perlawanan terhadap Abdurrahman III. Hanya masyarakat kota Toledo yang berusaha menentang kekuasaan  Abdurrahman III ini. Tetapi, usaha mereka semua dapat digagalkan, karena kekutan pasukan Abdurrahman III tidak ada tandingannnya saat itu. Setelah ia berhasil menaklukkan masyarakat Kristen di Toledo ini, Abdurrahman meneruskan usahanya untuk menundukkan kekuatan Kristen di bagian Utara Andalusia.
Abdurrahman dikenal sebagai seorang pemimpin Islam yang tegas dan bijaksana. Ia akan segera menghancurkan semua gerakan yang akan menantang kekuasaannya. Untuk mewujudkan keinginannya itu, ia mengeluarkan beberapa kebijakan untuk perbaikan pemerintahannya. Di antara kebijakan itu adalah sebagai berikut:

a.    Politik dalam negeri
Sejak awal menjalankan pemerintahannya di Andalusia ia sudah menghadapi beberapa pemberontak, baik dari intern umat Islam ataupun olek kelompok Kriste. Setelah dua tahun memangku jabatan sebagai penguasa Islam di Andalusia, Abdurrahman III menghadapi serangan dari Ordano II, kepala suku Lyon yang berusaha merebut beberapa wilayah kekuasaan Islam. Pada saat bersamaan, Abdurrahman juga tengah berselisih dengan Al-Mu’iz, Khalifah Fathimiyah di Mesir. Untuk mengatasi persoalan dalam negeri dan mengusir para perusuh, Abdurrahman III memberikan kepercayaan kepada Ahmad Ibn Abu Abda. Tugas itu dijalankan dengan baik, sehingga pasukan Ordano II terdesak. Melihat kenyataan ini, akhirnya Ordano II berkoali dengan pasukan Sancho, kepala suku dari Nevarra. Namun, usaha usaha koalisi mereka dapat dipatahkan oleh Abdurrahman III setelah berhasil mengatasi konflik dengan Khalifah Fathimiah. Dalam pertempuran itu, akhirnya Ordano II dan Sancho tewas terbunuh.
Setelah Abdurrahman III berhasil mengatasi gejolak politik dan peperangan di dalam negeri dan berhasil mengatasi persoalan dengan Al-Mu’iz, akhirnya ia  melapaskan gelar Amir dan memproklamirkan gelar baru, yaitu khalifah dengan sebutan Al-Nashir li Dinillah. Sejak saat itulah para penguasa Islam di Andalusia menggunakan gelar tersebut. Dengan  demikian pada masa ini terdapat dua khalifah Sunni di dunia Islam; satu di Bagdad dan satunya lagi di Andalusia. Sementara di dunia Syi’ah, terdapat satu khalifah di Mesir, yaitu khalifah dari Dinasti Fathimiah.

b.    Politik luar negeri
Setelah berhasil membangun kekuatan politik di dalam negeri, Abdurrahman melakukan exspansi ke luar Andalusia. Hal itu dilakukan sebagai perwujudan dari kebijakan politik luar negeri yang diambilnya. Salah satu exspansi yang dilakukan adalah serangan ke wilayah Afrika Utara, yang sedang diincar oleh Dinasti Fathimiah. Kalau wilayah Afrika Utara tidak dapat dikuasai, maka akan dengan mudah pasukan lain masuk ke wilayah Andalusia. Pada masa ini, Dinasti Fathimiah di Afrika Utara tengah berusaha melancarkan perluasan wilayah ke Barat, bahkan dengan bekerja sama dengan Umar Ibn Hafsun, Dinasti Fathimiah berusaha menaklukan kekuatan Umayyah di Andalusia. Untuk menahan kekuatan Dinasti Fathimiah itu, Abdurrahman III mendapat bantuan dari penduduk Afrika Barat, dan ia berhasil menaklukan sebagian wilayah tersebut. Akan tetapi, kemenangan itu hanya bersifat sementara karena tak lama kemudian datang serangan yang sangat hebat yang datang dari suku-suku Kristen, sehingga pasukan Abdurrahman III terdesak ke luar Afrika.
Kebesaran khalifah Abdurrahman telah melambung tinggi hingga ke Konstatinopel, Italia, Perancis dan Jerman. Negara-negara ini berusaha menjalin hubungan kerja sama dengan mengirim duta besar mereka ke Andalusia. Hal ini membuktikan bahwa Abdurrahman III tidak hanya sebagai seorang Khalifah yang memuliki kepedulian di bidang militer atau hal-hal yang berkaitan dengan persoalan dalam negeri, tetapi juga sangat peduli dalam bidang diplomatik. Hubungan diplomatik ini akan sangat membantu kerja khalifah di luar negeri.

c.    Mendirikan angkatan laut.
Untuk memberikan keamanan yang terbaik bagi rakyatnya, maka Abdurrahman melakukan kebijakan dalam bidang militer. Salah satu kebijakan yang diambil adalah rekruitmen atau pengangkatan tentara dari masyarakat non-Arab, terutama dari bangsa Franka, Italia dan Slavia. Mereka didik secara militer, sehingga menjadi pasukan yang terlatih dan terampil berperang, selain sangat patuh terhadap khalifah.
Konflik internal Umat Islam antara Khalifah Bani Umayyah dengan Khalifah Fathimiah di Afrika saat itu, melahirkan ide besar Abdurrahman III. Untuk menguasai jalur Laut Tengah dan benua Afrika, Khalifah memerlukan angkatan laut yang cukup besar. Untuk itulah ia membentuk armada angkatan laut yang dilengkapi dengan 300 buah kapal perang. Dengan kekuatan ini, pasukan Umayyah berhasil menguasai Ceuta (Septah) di ujung benua Afrika Utara, sehingga dengan mudah menguasai wilayah-wilayah lain di sekitar Ceuta.

d.   Membangun Kota Cordova
Pada awalnya kota Cordova merupakan kota kecil yang tidak memiliki daya tarik bagi bangsa lain. Namun setelah khalifah Abdurrahman III berhasil menguasai kota Cordova, maka ia menjadikan kota Cordova sebagai kota terbesar dan termegah di dunia saat itu. Kebesaran dan kemegahan kota tersebut ditandai dengan adanya istana dan bangunan gedung-gedung mewah, masjid-masjid besar, jembatan yang kokoh dan panjang yang melintasi sungai Wail Kabir dan Madinah Al-Zahra, sebagai salah satu kota kecil dan mungil yang terletak di salah satu penjuru Cordova. Pada masa itu, Cordova memiliki 300 masjid besar, 100 istana megah, 1.300 gedung dan 300 buah tempat pemandian umum.
Selain itu, pembangunan irigasi dan pertanian menjadi ciri utama kota tersebut, sehingga hasil pertanian menjadi salah satu barang komoditi yang bisa diperdagangkan. Disamping itu, terdapat perkembangan lain di kota ini, dan hal yang tak kalah pentingnya adalah pengembangan ilmu, pengetahuan dan peradaban Islam, sehingga Cordova di kenal sebagai pusat peradaban Islam di Barat.

e.    Memajukan ilmu pengetahuan
Abdurrahman III tidak hanya mampu mengendalikan kondisi politik ke yang lebih baik dan beberapa pembangunan yang terus mengalami kemajuan, malainkan juga berhasil memajukan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. Ia juga memfokuskan perhatiannya pada hal-hal yang berkaitan dengan upaya pengembangan ilmu pengetahuan itu. Misalnya, ia banyak mendirikan lembaga pendidikan dan perpustakaan, sehingga pada masanya banyak sarjana yang lahir sebagai intelektual muslim yang memiliki ilmu pengetahuan yang luas. Sehingga Cordova menjadi pusat perhatian dan kunjungan para sarjana atau pencari ilmu dari berbagai negara di Eropa, Asia Barat dan Afrika.

4.    Periode keempat (1013 – 1086 m) dibawah pemerintahan Al-Mulukuth Thawaif
Negeri Andalusia kemudian terpecah menjadi lebih dari tiga puluh negera kecil di bawah pemerintahan raja-raja golongan atau Al-Mulukuth Thawaif akibat kekhalifahan Cordoba runtuh, yang berpusat di suatu kota seperti Kerajaan Malaga, Zaragoza, Valencia, Badajoz, Sevilla, dan Toledo.
Para raja-raja kecil itu digelar Mulukuth Thawaif (Raja Lokal) kemudian berseteru dan berperang satu sama lain tanpa sebab yang jelas. Hanyalah karena ingin saling menguasai. Kisah-kisah pengkhianatan, kisah-kisah perebutan puteri cantik dan perebutan harta mewarnai semua perseteruan itu. Mereka tak sadar umat Kristen telah mempersiapkan kekuatan untuk merebut kembali Spanyol. Ironisnya, kalau terjadi perang saudara, ada diantara pihak-pihak yang bertikai itu yang meminta bantuan kepada raja-raja Kristen. Melihat kelemahan dan kekacauan yang menimpa keadaan politik Islam itu, untuk pertama kalinya orang-orang Kristen pada periode ini mulai mengambil inisiatif penyerangan. Meskipun kehidupan politik tidak stabil, namun kehidupan intelektual terus berkembang pada periode ini. Istana-istana mendorong para sarjana dan sastrawan untuk mendapatkan perlindungan dari satu istana ke istana lain.

5.    Periode kelima (1086 – 1248 m) dibawah pemerintahan Dinasti Murabithun (1086 – 1143 m) dan Dinasti Muwahhidun (1146 – 1235 m)
Pada  periode ini Spanyol Islam meskipun masih terpecah dalam beberapa negara, tetapi terdapat satu kekuatan yang dominan, yaitu kekuasaan dinasti Murabithun (086-1143 M) dan dinasti Muwahhidun (1146-1235 M). Dinasti Murabithun pada mulanya adalah sebuah gerakan agama yang didirikan oleh Yusuf ibn Tasyfin di Afrika Utara. Pada tahun 1062 M ia berhasil mendirikan sebuah kerajaan yang berpusat di Marakesy. Ia masuk ke Spanyol atas “undangan” penguasa-penguasa Islam di sana yang tengah memikul beban berat perjuangan mempertahankan negeri-negerinya dari serangan-serangan orang-orang Kristen. Ia dan tentaranya memasuki Spanyol pada tahun 1086 M dan berhasil mengalahkan pasukan Castilia. Karena perpecahan di kalangan raja-raja muslim, Yusuf melangkah lebih jauh untuk menguasai Spanyol dan ia berhasil untuk itu.
Akan tetapi, penguasa-penguasa sesudah ibn Tasyfin adalah raja-raja yang lemah. Pada tahun 1143 M, kekuasaan dinasti ini berakhir, baik di Afrika Utara maupun di Spanyol dan digantikan oleh dinasti Muwahhidun. Pada masa dinasti Murabithun, Saragossa jatuh ke tangan Kristen, tepatnya tahun 1118 M. Di Spanyol sendiri, sepeninggal dinasti ini, pada mulanya muncul kembali dinasti-dinasti kecil, tapi hanya berlangsung tiga tahun.
Pada tahun 1146 M penguasa dinasti Muwahhidun yang berpusat di Afrika Utara merebut daerah ini. Muwahhidun didirikan oleh Muhammad ibn Tumart (w. 1128). Dinasti ini datang ke Spanyol di bawah pimpinan Abd al-Mun’im. Antara tahun 1114 dan 1154 M, kota-kota muslim penting, Cordova, Almeria, dan Granada, jatuh ke bawah kekuasaannya. Untuk jangka beberapa dekade, dinasti ini mengalami banyak kemajuan. Kekuatan-kekuatan Kristen dapat dipukul mundur. Akan tetapi tidak lama setelah itu, Muwahhidun mengalami keambrukan.
Pada tahun 1212 M, tentara Kristen memperoleh kemenangan besar di Las Navas de Tolesa. Kekalahan-kekalahan yang dialami Muwahhidun menyebabkan penguasanya memilih untuk meninggalkan Spanyol dan kembali ke Afrika Utara tahun 1235 M. Keadaan Spanyol kembali runyam, berada di bawah penguasa-penguasa kecil. Dalam kondisi demikian, umat Islam tidak mampu bertahan dari serangan-serangan Kristen yang semakin besar.
Keruntuhan Cordova tidak saja diratapi oleh Umat Islam, tetapi juga seorang penulis Kriten Stanley Lane Poole dalam bukunya “The Mohammadan Dynasties” mengakui betapa mundurnya peradaban Andalusia setelah runtuhnya kerajaan Islam Cordova. Pengakuan dunia Kristen terhadap peradaban Islam Cordova dapat dibuktikan dengan permintaan Inggris agar pemuda pemuda Inggris dapat menuntut ilmu di Universitas Cordova.

6.    Periode keenam (1248 – 1492 m) dibawah pemerintahan Bani Ahmar
Raja-raja Bani Ahmar sangat memperhatikan akan kemakmuran rakyat sehingga pada saat itu bidang pertanian, dan roda perniagaan sangat maju. Selama 260 tahun kerajaan raja-raja Bani Ahmar berkuasa, namun timbul di antara mereka perselisihan juga sengketa. Inilah yang menyebabkan lemahnya kerajaan Bani Ahmar. Bagaimanapun gigihnya usaha Sultan Muhammad XII Abu Abdillah an Nashriyyah raja terakhir Bani Ahmar untuk menyelamatkan kerajaannya, akhirnya runtuh juga oleh dua buah kerajaan Kristen yang bersatu dari utara.
Pada pertengahan 1491 M, Raja Ferdinand V telah mengepung Granada selama tujuh bulan, Ferdinand V berkemah di Gumada di sebelah selatan kota. Sebelumnya Ferdinand V telah menguasai kota-kota lain seperti MalagaAlmeria. Yang terakhir adalah Granada yang diserahkan oleh raja terkahir Bani Ahmar Abu Abdillah. Penyerahan Granada ini diserahkan di halaman Istana Alhambra. pelabuhan terkuat di Andalusia, kemudian Guadix dan Almunicar, dan Baranicar.
Demikianlah Granada takluk dan menyerah yang diduduki oleh pengikut-pengikut Raja Ferdinand V dan Ratu Isabella pada tanggal 2 Januari 1492 M/2 Rabiul Awwal 898 H. Karena kegigihan dan perjuangan Raja Ferdinand V dan Ratu Isabella, Paus Alexander VI (L. 1431-W. 1503) yang terkenal dengan perjanjian Tordesillasnya pada tahun 1494 ia memberi gelar raja dan ratu ini sebagai "Catholic Monarch" atau "Los Reyes Catolicos" atau Raja Katolik.
Dengan kemenangan umat Kristen inilah orang-orang Islam dipaksa keluar dari tanah Spanyol, untuk yang mau menetap harus berpindah agama. Selain dari itu, orang-orang Yahudi pun ikut terusir dari tanah ini. Padahal, saat kekuasaan Islam sedang berjaya mereka mendapat tempat, kehormatan, dan pekerjaan yang layak oleh orang-orang Muslim Spanyol.
Yang sangat menyedihkan perpustakan-perpustakaan Islam ikut dibakar dan dihancurkan. Karya tulis yang sampai kepada kita hanyalah bagian terkecil dari karya-karya pemikir Islam di zamannya hingga sekarang sulit dicari tandingannya, yang sebagian besarnya dihancurkan dan dibakar. Alhambra yang megah pun dengan benteng yang berwarna kemerah-merahan kian tak terawat, kusam, dan tak terlihat wajah aslinya, dan dijadikan Istana Kristen. Kemudian, Masjid Kordoba yang megah didirikan oleh Sultan Abu Yusuf Al-Muwahhid pada tahun 785 M yang diperbesar pada tahun 848, 961, 1187 M., dialih-fungsikan menjadi Gereja Santa Maria de la Sede.

C.                Kemajuan pengetahuan Islam di Andalusia
Diantara tahun (711-1498 M) umat Islam di Andalusia telah membuka lembaran baru bagi sejarah perkembangan intelektual Islam, bahkan sejarah intelektual dunia. Para penguasa tidak hanya menyalakan suluh kebudayaan dan peradaban maju, juga sebagai media penghubung ilmu pengetahuan dan filsafat yang telah berkembang pada masa-masa sebelumnya, terutama pada jaman Yunani dan Romawi.
Andalusia pada masa pemerintahan Arab Muslim menjadi pusat peradaban tinggi. Para ilmuan dan pelajar dari berbagai penjuru dunia berdatangan ke negeri ini untuk menuntut ilmu pengetahuan. Kota-kota di Andalusia, seperti Granada, Cordova, Seville dan Toledo merupakan pusat kegiatan ilmu pengetahuan dan tempat tinggal kaum intelektual. Selain itu, kota-kota tersebut juga menjadi temapt atau markas tenatra terkenal. Mereka orang-orang terpilih, terdidik dan pandai, sehingga menjadi panutan masyarakat dan model dalam berbagai bidng keahlian.
Beberapa cabang ilmu pengetahuan yang berkembang di Andalusia. Diantaranya:
1.    Kedokteran
Diantara ahli kedokteran yang terkenal pada saat itu antara lain adalah Abu Al-Qasim Al-Zahrawi. Di Eropa ia dikenal dengan nama Abulcassis. Beliau adalah seorang bedah ahli terkenal dan menjadi dokter istana. Ia wafat pada tahun 1013 M. Di antara karyanya yang terkenal adalah Al-Tasrif  terdiri dari 30 jilid. Selain Al-Qasim, terdapat seorang filosuf besar bernama Ibn Rusyd yang juga ahli di bidang kedokteran. Di antara karya besarnya adalah  Kulliyat Al-Thib.

2.    Ilmu Tafsir
Beberapa ulama’ tafsir yang mucul masa masa itu adalah : Al-Baqi, Ibn Makhlad, Al-Zamakhsyari  dengan karyanya Al-Kasysyaf, dan Al-Thabary. Selain mereka, terdapat ahli tafsir terkenal saat itu, yaitu Ibn ’Athiyah. Kebanyakan tafsir yang dibuat mengandung cerita israiliyat. Kebanyakan tafsir yang dibuat mengandung cerita israiliyat. Kumpilan tulisannya itu kemudian dibukukan oleh Al-Qurthubi.

3.    Ilmu Fiqh
Demikian juga dengan ulama’ fiqih. Pada saat itu telah bermunculan sebagai tanda berkemangnya ilmu fiqih. Diantara nama-nama ulama’ fiqih (fuqaha) yang muncul. Mereka antara lain adalah Abdul Malik Ibn Habib Al-Sulami, Yahya Ibn Laits dan Isa Ibn Dinar. Mereka adalah ahli fiqh mazhab Maliki. Di antara mereka yang paling berperan dalam pengembangan mazhab ini adalah Abdul Malik Ibn Habib dan Ibn Rusyd dengan karyanya Bidayah Al-Mujtahid. Ibnu Rusyd menggunakan metode perbandingan terhadap pemikiran-pemikiran fiqh yang berkembang saat itu.

4.    Ilmu  Ushul Al-Fiqh
Selain perkembangan dalam bidang ilmu fiqh, terdapat pula Perkembangan ilmu ushul al-fiqh (filsafat hukum Islam). Ibn Hazm dan Al-Syatibi adalah dua tokoh terkenal sangat produktif dalam bidang ini. Di antara karyanya adalah Al-Ihkam fi Ushul Al-Ahkam  karya Ibn Hazm dan Al-Muwafaqat  karya Al-Syatibi.


5.    Ilmu Hadits
Selain ilmu yang penulis sebutkan di atas juga ada beberapa ilmu lainnya , seperti ; ilmu Hadits. ilmu hadits saat itu juga menjadi perhatian para ulama di Andalusia. Kebanyakan mereka belajar dari Timur, seperti di Bagdad. Di antara ahli ilmu hadits adalah Abdul Walid Al-Baji  yang menulis buku Al-Muntaqal.

6.    Sejarah dan Geografi
Ada saat itu pula muncul penulis-penulis terkenal, yaitu Ibn Abdi Rabbi’  dan Ali Ibn Hazm. Keduanya adalah penulis dan pemikir muslim kenamaan pada abad ke-11 M. Mereka telah menulis lebih dari 400 judul dalam bidang sejarah, teologi, hadits, logika, syair dan cabang-cabang ilmu lainnya. Pada masa ini juga muncul banyak ilmuan yang menekuni bidang sejarah dan geografi. Mereka antara lain adalah Ibn Khaldun, Ibn al-Khatib, Al-Bakry, Abu Marwan Hayyan Ibn Khallaf, yang lebih dikenal dengan sebutan Ibn Hayyan. Salah satu karya monumental Ibn Haldun adalah Al-Mukaddimah.

7.    Astronomi
Ilmu astronomi pada saat itu juga mengalami perkembangan yang luar biasa. Para ahli ilmu perbintangan muslim saat itu berkeyakinan bahwa radiasi bintang-bintang besar pengaruhnya terhadap kehidupan dan kerusakan di muka bumi ini. Al-Majiriyah dari Cordova, Al-Zarqali  dari Toledo dan Ibn Aflah  dari Seville, merupakan para pakar ilmu perbintangan yang sangat terkenal saat itu.

8.    Ilmu Fisika
Sementara itu kemajuan dalam bidang ilmu fisika ditandai dengan munculnya sejumlah fisikawan muslim terkenal. Di antara mereka adalah Al-Zahrawi dan Al-Zuhry. Selain terkenal dalam bidang fisikawan, mereka terkenal sebagai dokter. Al-Zahrawi hidup pada masa Al-Hakam II, sedang Al-Zuhry pada masa Abu Yusuf Ya’kub Al-Mansur, Ubaidillah Al-Muzaffar Al-Bahily, selain sebagai fisikawan, juga dikenal sebagai pujangga.

9.    Filsafat
Dalam beberapa sejarah Islam telah disebutkan, bahwa Islam di Andalisia telah memainkan peran yang sangat penting dalam perkembangan intelektual muslim. Agama ini menjadi jembatan penghubung antara peradaban dan ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa pada abad ke-12 M. Minat untuk mengkaji dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan sudah dilakukan pada masa pemerintahan Bani Umayyah, yakni sejak abad ke-9 M pada masa pemerintahan Muhammad Ibn Abdurrahman (832-976 M), ketika ia memerintahkan kaum ilmuan dan orang-orang kepercayaannya untuk mencari data dan naskah-naskah dari Timur di bawa ke Barat untuk dikembangkan lebih lanjut. Sehingga perpustakaan-perpustakaan dan universitas-universitas di Cordova penuh dengan karya-karya intelektual muslim.
Kemajuan intelektual muslim Andalusia yang paling gemilang di bidang filsafat ditandai dengan munculnya banyak filosuf kenamaan, mereka antara lain adalah Abu Bakar Muhammad Ibn Yahya Ibn Bajjah, lahir di Saragosa, lalu pindah ke Seville dan Granada. Ia merupakan seorang filosuf terbesar yang pernah hidup pada abad ke-12 M. Selain sebagai seorang filosuf, dikenal pula sebagai seorang saintis, fisikawan, musisi, astronom dan komentator Aristoteles. Karyanya terbesar antara lain adalah Tadbir Al-Mutawahhid.
Selain Ibn Bajjah, filosuf terkenal kedua adalah Abu Bakar Ibn Thufail, lahir di Granada. Ia banyak menulis ilmu kedokteran, astronomi dan filsafat. Karya filsafatnya yang cukup terkenal adalah Hay Ibn Yaqdzan (Si Hidup bin Si Bangkit). Kemudian pada akhir abad ke-12, lahirlah seorang filosuf terkenal bernama Ibn Rusyd, lahir di Cordova pada tahun 1126 M. Ia memiliki keahlian tersendiri dalam mengomentari karya-karya filsafat Aristoteles. Pemikiran yang dikembangkannya sangat rasional. Karena begitu besarnya pengaruh pemikiran Ibn Rusyd di kalangan kaum intelektual Barat, maka pemikiran yang dikembangkannya dikenal dengan istilah Avveroisme. Ideologi pemikiran inilah yang membuka cakrawala pemikiran filsafat bangsa Barat. Sehingga bangsa Barat mengalami perkembangan yang sangat maju pada masa-masa sesudahnya.

D.                Perkembangan Peradaban Islam di Spanyol

a.    Pembangunan Mesjid dan Perkotaan
Dalam masa pemerintahannya, Abdurrahman II berhasil membangun kota dan daerah Lusitania, Murcia, Valencia, Castile dan kota-kota lainnya. Kota –kota tersebut dipeindah dengan bangunan-bangunan umum, seperti masjid-masjid besar, perpustakaan dan lain-lain, termasuk pembangunan pabrik senjata di Cartagena dan Cadiz.

b.    Pembangunan Istana, Pertamanan, dan Pemandian Umum.
Dalam masa bergulirnya peradaban Islam di Andalusia Berdirilah beberapa istana-istana megah diantara Istana-istana yang pernah didirikan adalah, Istana Al-Hambra. Istana ini dilengkapi dengan taman mirta semacam pohon myrtuscommunis dan juga bunga-bunga yang indah harum semerbak, serta suasana yang nyaman. Kemudian, ada juga Hausyus Sibb (Taman Singa), taman yang dikelilingi oleh 128 tiang yang terbuat dari marmer. Di taman ini pula terdapat kolam air mancur yang dihiasi dengan dua belas patung singa yang berbaris melingkar, yakni dari mulut patung singa-singa tersebut keluar air yang memancar.
Selain itu, istana merah ini dikelilingi oleh benteng dengan plesteran yang kemerah-merahan. Yang lebih unik lagi pada bagian luar dan dalam istana ini ditopang oleh pilar-pilar panjang sebagai penyangga juga penghias istana Alhambra. Kemudian, dinding istana itu baik di luar atau pun dalam istana banyak dihiasi dengan kaligrafi-kaligrafi Arab dengan ukiran yang khas yang sulit dicari tandingannya.Ciri khusus kota adalah adanya tempat pemandian. Di Cordova terdapat 900 pemandian.

c.    Pembangunan Pertanian, Irigasi, Industri, Perkapalan, dan Perluasan Perdagangan
Dalam pertumbuhan Islam di Andalusia, bangsa Arab diperkenalkan dengan persoalan yang menyangkut pertanian, karena wilayah Spanyol sangat subur bagi pertumbuhan lapangan pertanian. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh pemerintahan agar orang-orang di Spanyol bergerak dalam lapangan pertanian.
Spanyol sudah mengenal irigasi dan saluran - saluran air. Dengan pembangunan irigasi yang baik mereka dapat membangun kebun kebun, tebu, kapas, padi, jeruk, anggur. Kemajuan dalam bidang ini membawa kemakmuran dan kesejahteraan masyarakattang bangunan dikembangkan oleh khalifah-khalifah di Spanyol.
Pemerintahan Islam di Andalusia juga mengembangkan dan membangun beberapa lembaga berikut sarana dan prasarananya, misalnya membangun tropong bintang di Cordova, membangun pasar dan jembatan, melakukan upaya pengendalian banjir dan penyimpanan air hujan, membangun sistem irigasi hidrolik dengan menggunakan roda air (water wheel), memperkenalkan tanaman padi dan jeruk, dan mendirikan pabrik-pabrik tekstil, kulit, logam, dan lainnya.
Selain itu, ia juga memperluas bangunan irigasi untuk pertanian dan pembangunan saluran air ke berbagai kota di Andalusia. Pembangunan yang megah adalah mesjid Cardova, kota Al-Zahra, istana Ja’fariyah di Saragosa, tembok Toledo, istana Al-Makmun, mesjid Seville, dan istana Al-hamra di Granada. 
 








DAFTAR PUSTAKA

Hassan, Hassan Ibrahim.1989. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Yogyakarta.
Syalabi, A. 1983. Sejarah dan Kebudayaan Islam Jilid 2. Jakarta: Pustaka Alhusna.
http://www.scribd.com/doc/56216982/2/MASUK-DAN-BERKEMBANGNYA-ISLAM-DI-ANDALUSIA diunduh tanggal 29 Maret 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar